Hukum Memakan Sesajen
- Posted by Admin
- Categories Hukum Islam
- Date 30 January 2021
- Comments 0 comment
Pertanyaan:
Seperti yang terjadi di beberapa daerah pada saat hendak memanen hasil sawah, masih banyak masyarakat Indonesia yang memberikan sesajen. Sesajen tersebut dipersembahkan kepada danyang sawahnya dengan harapan agar memperoleh panen yang melimpah. Lantas bagaimana hukum memakan sesajen tersebut?
Jawaban:
Memakan sesajen yang dikeluarkan untuk tujuan tidak diganggu jin, demit, dan lain sebagainya itu diperbolehkan, asal hewan itu halal dan penyembelihannya menggunakan cara-cara sesuai syariat Islam pula, yang tidak diperbolehkan memakan makanan sesajen jika cara-cara penyembelihannya diniatkan untuk danyangnya.
Patut kita ketahui bahwa makanan tidak akan menjadi haram jika hanya diniatkan untuk ber-taqarrub. Misalnya, ada orang yang memberikan makanan agar danyangnya tidak mengganggu. Makanan ini tetap halal untuk dimakan. Karena makanan atau daging bila cara penyembelihannya benar, maka halal dimakan. Dan mengenai peruntukan makanannya yang demikian tidak bisa merubah hukum asalnya.
Lalu bagaimana hukum mengeluarkan sesajen itu sendiri? Untuk menjawabnya harus dilihat dari beberapa sudut pandang. Menurut sudut pandang Tauhid tidak dibenarkan. Meskipun zaman sekarang ini hampir bisa dipastikan orang sudah berpikiran rasional yang menganggap jin dan setan bukanlah Tuhan, mereka adalah makhluk sama seperti kita. Namun mereka mungkin masih beranggapan bahwa jin dan setan jika keinginannya dituruti tidak akan marah-marah. Ibarat seperti pencuri atau orang fasik, agar mereka tidak berulah lantas kita memberi mereka uang, hal ini tentu saja tidak sesuai dengan syariat.
Untuk mencegah keburukan jin dan setan tida boleh dengan selalu menuruti kemauan mereka, seperti memberikan sesajen. Karena jika dituruti mereka akan terus meminta. Jika tidak dituruti mungkinkah terjadi malapetaka atau hal-hal yang tidak diinginkan? Mungkin pertama kali terjadi, tetapi lama kelamaan tidak akan ada. Contohnya adalah sungai Nil di Mesir. Pada zaman sebelum Islam, agar airnya melimpah setiap tahun, sungai Nil diberikan sesajen berupa wanita cantik untuk dikorbankan. Kemudian ketika sahabat Amr bin ‘Ash masuk negar Mesir dengan membawa Islam, ia ditanya mengenai tradisi tersebut. Lalu Amr bin ‘Ash pun menjawab bahwa hal-hal demikian tidak diperbolehkan di dalam Islam, akhirnya tradisi tersebut benar-benar dilarang di Mesir. Sang gubernur merasa kebingungan karena air di sungai Nil menjadi surut, akibatnya terjadi kekeringan. Pada akhirnya Amr bin ‘Ash mengadukan kepada Khalifah Umar bin Khattab melalui surat, dan Umar menjawab, “tindakanmu sudah tepat”. Lalu Sayyidina Umar memberikan secarik kertas kepada Amr bin ‘Ash dan memerintahkan untuk membuang kertas tersebut ke dalam sungai Nil, yang isinya kurang lebih “Ini dari Umar bin Khattab untuk sungai Nil. Bila kamu (sungai Nil) dari Allah, maka sudah barang tentu airnya akan pasang. Bila kamu dari setan atau selain Allah, maka saya tidak membutuhkanmu”. Tidak lama, air di sungai Nil kembali melimpah hingga saat ini. Begitu juga dengan tradisi sedekah bumi, dahulu marak, lalu berangsur-angsur hilang diganti pengajian, hingga menjadi acara seperti biasa.
Jadi, kesimpulannya memakan makanan sesajen tidaklah haram, tetap berhukum halal. Namun melakukan persembahan sesajen tidak sesuai dengan syariat Islam. [Qie]
هامش إعانة الطالبين الجزء الثاني ص 349
فائدة – من ذبح تقربا لله تعالى لدفع شر الجن عنه لم يحرم أو بقصدهم حرم. (قوله أو بقصدهم حرم) أى أو ذبح بقصد الجن لا تقربا إلى الله حرم ذبحه وصارت ذبيحته ميتة.
بغية السترشدين ص 249
مسئلة ك- جعل الوسائط بين العبد و بين ربه فإن صار يدعوهم كما يدعو الله فى الأمور ويعتقد تأثيرهم فى شيء من دون الله تعالى فهو كفر وإن كان نيته التوسل بهم اليه تعالى فى قضاء مهماته مع إعتقاد أن الله هو النافع الضار المؤثر فى الأمور دون غيره فالظاهر عدم كفره وإن كان فعله قبيحا.